Halaman

Selasa, 19 April 2016

Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act ,Council Of Europe Convention On Cyber Crime

Cyber Law
Cyber law adalah seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya karena dianggap aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang sebenarnya (riil). Mungkin bila kita melihat bila di dunia maya ini telah ada suatu kebiasaan-kebiasaan yang mengikat ‘masyarakatnya’, dan para Netizens (warga negara dunia maya) telah mengikuti aturan tersebut dan saling menghormati satu sama lain. Mungkin tidak perlu sampai ada cyber law, karena dianggap telah terjadi suatu masyarakat yang ideal dimana tidak perlu adanya ‘paksaan’ hukum dan penjamin hukum.

Dilihat dari ruang lingkupnya, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan subyek hukum yang memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan seterusnya sampai saat memasuki dunia maya. Oleh karena itu dalam pembahasan Cyber Law, kita tidak dapat lepas dari aspek yang menyangkut isu prosedural, seperti jurisdiksi, pembuktian, penyidikan, kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, pornografi, pencurian melalui internet, perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia, seperti e-commerce, e-government, e-tax, e learning, e-health, dan sebagainya.

Dengan demikian maka ruang lingkup Cyber Law sangat luas, tidak hanya semata-mata mencakup aturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis yang melibatkan konsumen (consumers), manufaktur (manufactures),service providers dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan Internet (e-commerce). Dalam konteks demikian kiranya perlu dipikirkan tentang rezim hukum baru terhadap kegiatan di dunia maya.

Jadi Cyber Law adalah kebutuhan kita bersama. Cyber Law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga keberadaannya harus kita dukung.


Computer Crime Act ( malaysia )
Adalah sebuah undang-undang untuk menyediakan pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan computer di malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan computer dan melengkapi undang-undang yang telah ada.

Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.

Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).

Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.



Council of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.

Counsil of Europe Convention on Cyber Crime merupakan hukum yang mengatur segala tindak kejahatan komputer dan kejahatan internet di Eropa yang berlaku pada tahun 2004, dapat meningkatkan kerjasama dalam menangani segala tindak kejahatan dalam dunia IT. Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.

Council of Europe Convention on Cyber Crime juga terbuka bagi bagi Negara non eropa untuk menandatangani bentu kerjasama tentang kejahatan didunia maya atau internet terutama pelanggaran hak cipta atau pembajakkan dan pencurian data.

Jadi tujuan adanya konvensi ini adalah untuk meningkatkan rasa aman bagi masyarakat terhadap serangan cyber crime, pencarian jaringan yang cukup luas, kerjasama internasional dan penegakkan hukum internasional.


Jadi Untuk perbandingannya
Cyberlaw adalah hokum yang ada diindonesia dalam mengani segala tindak kejahatan internet maupun jaringan komunikasi.

Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Negara Malaysia tentang undang-undang ti pada tahun 1997 tentang tindak kejahatan internet dan pelanggaran hak cipta

Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Konvensi Eropa Cyber Crime) adalah konvesi perjanjian internasional yang mengatur segala tindak kejahatan internet atau hak cipta serta penegakkan hokum dan menjalin kerjasama internasional.

Saran saya perbandingan dari ketiganya yaitu cyber law merupakan seperangkat aturan tertulis yang dibuat negara untuk menjamin aktivitas warganya di dunia maya, sanksinya dapat berupa hukuman, pelarangan dan lain-lain. Dalam kenyataannya cyber ethics dapat menjadi suatu alternatif dalam mengatur dunia cyber, meskipun tidak menutup kemungkinan cyber ethics menjadi cyber law, hal ini tentu berulang kepada kita sendiri. Sedangkan Computer crime act adalah undang-undangnya, dan Council of europe convention on cyber crime merupakan salah satu organisasinya.

Dari ketiganya mempunyai keterikatan satu sama lain.


INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UU RI No.11 TAHUN 2008


1.1. Latar Belakang Disusunnya Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008
Hukum yang baik adalah hukum yang bersifat dinamis, dimana hukum dapat berkembang sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Salah satu perkembangan yang terjadi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia maya. Dunia maya juga telah mengubah kebiasaan banyak orang yang menggunakan internet untuk melakukan berbagai kegiatan dan juga membuka peluang terjadinya kejahatan. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan kepastian hukum dunia maya di Indonesia. Maka di terbitkanlah Undang – Undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah “UU ITE”
1.2. Manfaat Kehadiran UU ITE
Kehadiran UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan memberikan manfaat, beberapa diantaranya:
1. Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia;
3. Sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi;
4. Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.


1.3. Kronologi UU ITE
UU ITE mulai dirancang sejak maret 2003 oleh Kementrian Negara komunikasi dan Informasi (Kominfo) dengan nama rancangan Undang – Undang informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU – IETE). Semula UU ini dinamakan Rancangan Undang – undang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik (RUUIKTE) yang disusun Ditjen Pos dan Telekomunikasi – Departemen perhubungan serta Departemen Perindustrian dan perdagangan, bekerja sama dengan tim dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (unpad) dan tim Asistensi dari ITB, serta Lembaga kerja hukum dan Teknologi Universitas indonesia (UI).
Serta Departemen komunikasi dan Informasi terbentuk berdasarkan peraturan peresiden RI no 9 Tahun 2005, tindak lanjut usulan UU ini kembali digulirkan. Pada 5 september, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat no.R./70/Pres/9/2005 menyampaikan naskah RUU ini secara resmi kepada DPR RI. Bersama dengan itu, pemerintah melalui Departemen komunikasi dan Informatika membentuk “Tim Antar Departemen dalam rangka pembahasan RUU Antara pemerintah dan DPR RI” dengan keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian dipersempurnakan dengan keputusan menteri No.10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007 dengan pengarah:
1. Menteri Komuniksi dan Informatika
2. Menteri hukum dan HAM, Menteri Sekertaris Negara, dan Sekertaris Jendral
3. Defkominfo. Ketua Pelaksana Ir. Cahyana Ahmadjayadi,Dirjen Aplikasi Telematika
4. Defkominfo, Wakil Ketua Pelaksana 1: Dirjen Peraturan Perundang – undangan
5. Departemen Hukum dan HAM dan Wakil Ketua Pelaksana 11: Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum.
1.3.1. Proses Pembahasan UU ITE
A. Pembentukan Pansus Dan RDPU
Merespon surat Peresiden no. R./70/Pres/9/2005, DPR membentuk panitia khusus (pansus) RUU ITE yang awalnya diketahui oleh R.K. Sembiring Meliala (FPDIP) untuk selanjutnya digantikan oleh Suparlan, SH (FPDIP). Pansus DPR beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) fraksi yang ada di DPR. Pansus mulai bekerja sejak 17 Mei 2006 hingga 13 juli 2006 dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak sebanyak 13 kali, antara lain operator telekomunikasi , perbankan, aparat penegak hukum, dan kalangan akaemisi setelah menyelesaikan RDPU dengan 13 institusi, pada desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Ada 287 DIM yang berasal dari 10 fraksi yang tergabung dalam pansus.


B. Rapat Pansus, Panja, Dan Timus –Timsin
Pembahasan DIM RUU ITE antra pansus DPR dengan pemerintah (Tim Antar Departemen Pembahasan RUU ITE) mulai dilaksanakan pada 24 Januari 2007 di Ruang Komisi 1 DPR. Pembahasan dilakukan sekali dalam seminggu (Rabu atau Kamis) sesuai undangan DPR.
Pada pembahasan RUU ITE tahap pansus, sesuai ketentuan, Pemerintah diwakili oleh Menteri komunikasi dan informatika atau menteri hukum dan Ham serta di dampingi anggota Tim Antar Departemen Pembahasan RUU ITE. Rapat pansus yang dilaksanakan sejak 24 Januari hingga 6 juni 2007, dilakukan sebanyak 17 kali dan 2008,berhasil membahas seluruh DIM Setelah pansus, Pembahasan dilaksanakan pada tahap Panitia kerja (Panja), berlangsung mulai 29 juni 2007 sampai 31 januari 2008 dengan jumlah rapat sebanyak 5 kali.
C. Rapat Pleno pansus dan Paripurna dewan
Tahap selanjutnya setelah Rapat pansus, panja, dan Timus-timsin dilalui, digelar Rapat Pleno pansus RUU ITE dilakukan intuk pengambilan keputusan tingkat pertama terhadap naskah akhir RUU ITE. Ini dilangsungkan pada 18 Maret 2008, dan hasilnya menyetujui RUU ITE dibawa ke pengambilan keputusan tingkat 11. Pada rapat Paripurna DPR RI, tanggal 25 maret 2008, 10 fraksi sepakat menyetujui RUU ITE diterapkan menjadi undang – undang untuk selanjutnya dikirim ke Presiden untuk ditandatangani.
Kemudian lahirlah Undang – undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang telah ditandatangan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhiyono, pada 21 April 2008 lalu, yang sebelumnya pada 25 maret 2008 telah disetujui oleh DPR, sebagai upaya untuk menyediakan payung hukum bagi kegiatan pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik.

1.4. Gambarn umum UU ITE
UU ITE ini terdiri dari 13 bab dan 54 pasal;
Bab 1 – Tentang ketentuan umum,
Yang menjelaskan istilah – istilah teknologi informasi menurut undang – undang informasi dan transaksi elektronik.
Bab2 – Tentang Asas dan Tujuan,
Yang menjelaskan tentang landasan pikiran dan tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Bab 3- Tentang informasi, Dokumen, dan Tanda tangan Elektronik,
Yang menjelaskan sahnya secara hukum pengguna dokumen dan tanda tangan elektronik sebagaimana dokumen atau surat berharga lainnya.


Bab 4 – tentang penyelenggaraan Sertifikasi elektronik dan Sistem elektronik,
Menjelaskan tentang individu atau lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi elektronik dan mengatur ketentuan yang harus dilakukan bagi penyelenggara sistem elektronik.
Bab 5 – Tentang transaksi Elektronik,
Berisi tentang tata cara penyelenggaraan transaksi elektronik.
Bab 6 – tentang nama domain, hak kekayaan Intelektual, dan perlindungan hak pribadi, menjelaskan tentang tata cara kepemilikan dan penggunaan nama domain,perlindungan HAKI, dan perlindungan data yang bersifat Privacy
Bab 7 – Tentang pebuatan yang dilarang,
Menjelaskan tentang pendistribusian dan mentransmisikan informasi Elektronik secara sengaja atau tanpa hak yang didalamnya memiliki muatan yang dilrang oleh hukum.
Bab 8 – Tentang penyelesaian sengketa,
Menjelaskan tentang pengajuan gugatan terhadap pihak pengguna teknologi informasi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan.
Bab 9 – Tentang penyidikan
Menjelaskan tentang peran serta pemerintah dan masyarakat dalam melindungi dan memanfaatkan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Bab 10 – tentang penyidik.
Bab ini mengatur tata cara penyidikan tindak pidana yang melanggar undang – undang ITE sekaligus menentukan pihak- pihak yang berhak melakukan penyidikan.
Bab 11 – Tentang ketentuan pidana.
Berisi sangsi – sangsi bagi pelanggar Undang – undang ITE.
Bab 12 – Tentang ketentuan peralihan.
Menginformasikan bahwa segala peraturan lainnya dinyatakan berlaku selama tidak ber tentanga dengan UU ITE.
Bab 13 – Tentang ketentuan penutup
Berisi tentang pemberlakuan undang – undang ini sejak di tanda tangani presiden.

1.5. Tujuan Undang – undang ITE
a. Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonoman nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Meningkatkan aktifitas dan efesiensi pelayanan publik.
d. Membuka kesempatan seluas- luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi se’optimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
e. Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
1.6. Contoh – contoh Kasus pelanggaran UU ITE
a. Luna maya dijerat pasal 27 undang – undang ITE karema melecehkan profesi wartawan (bukan jurnalist, kalau jurnalis menulis dengan fakta dan bukti yang nyata, kalaw wartawan bisa menulis dengan abstrak yang dalam hal ini kita pandang sebagai ISU) infotaiment dengan kata “pelacur” dan “pembunuh”.
b. Prita Mulyasari di jerat pasal 27 ayat 3 Undang – undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi.
c. Narliswandi sudah diperiksa pada 28 Agustus lali, penyidik berniat pula menjerat Narliswandi dengan pasal 27 undang – undang informasi dan transaksi Elektronik dengan ancman hukum 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Karena kasus pencemaran nama baik terhadap anggota dewan Perwakilan rakyat, Alvin lie.
d. Agus Hamonangin diperiksa oleh penyidik polda Metro jaya Sat. IV Cyber Crime yakni sudirman AP dan Agus Ristiani. Merujuk pada laporan Alvin Lie,ketentuan hukum yang dilaporkan adalah dugaan perbuatan pidana pencemaran nama baik dan fitnah seperti tercantum dalam pasal 310, 311 Kitab Undang – undang hukum pidana (KUHP), serta dugaan perbuatan mendistribusikan/mentrasnsmisikan informasi elektronik yang memuat materi penghinaan seperti tertuang dalam pasal 27 ayat (3) pasal 45 (1) UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (ITE).




Referensi :

http://safari-pptik.ugm.ac.id/?p=102

http://wikipedia.com/cyberlaw5negara

http://wendycapruk.blogspot.com/2013/04/dampak-positif-dan-negatif-pemberlakuan.html

http://tugaskelompok02.blogspot.co.id/